Rangkuman Tentang Ham di Indonesia
Manusia
adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang
luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri. Hak asasi
manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya,
maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Hak asasi manusia
(HAM) adalah hakhak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal
dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. HAM memiliki landasan
utama, yaitu:
1. Landasan langsung
yang pertama, yaitu kodrat manusia;
2. Landasan kedua yang
lebih dalam, yaitu Tuhan yang menciptakan manusia.
Untuk mempertegas
hakekat dan pengertian HAM di atas dikuatkanlah dengan landasan hukum HAM
sebagaimana dikemukakan dalam ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pengakuan hak asasi
manusia (HAM) secara konstitusional ditetapkan pertama kali di Amerika Serikat
pada tahun 1776 dengan “Unanimous Declaration of Independence”, dan hal ini
dijadikan contoh bagi majelis nasional Perancis ketika menerima deklarasi
hak-hak manusia dan warga negara (Declaration des Droits de l’homme et de
Citoyen) 26 Agustus 1789. Badan dunia yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
juga memperkenalkan pengertian hak asasi manusia yang bisa kita dapatkan dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right/
UDHR). Beberapa konvensi internasional tentang HAM, meliputi:
a. Undang
Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
b. Undang Undang RI
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).
c. Undang-Undang
RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
d. Undang Undang RI
Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan
Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment).
e. Undang Undang RI
Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 Mengenai
Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak.
f. Undang
Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang
Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights)
g. Undang Undang RI
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak – hak
Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights)
h. Undang Undang RI
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak – hak
Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights)
i. Undang-undang
RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Undang-undang ini
mengatur pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat.
Terdapat 5 (lima) pokok mengenai hak – hak
asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu :
a. Kesamaan kedudukan
dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan (Pasal 27
ayat 1);
b. Hak setiap warga
negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2);
c. Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang – undang (Pasal 28);
d. Kebebasan asasi
untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin oleh Negara (Pasal 29 ayat 2);
e. Hak
atas pengajaran (Pasal 31 ayat 1).
Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM
telah dibentuk lembaga – lembaga resmi oleh pemerintah seperti
a. Komnas HAM
(UURINomor 39 Tahun 1999 Bab VIII, pasal 75 s/d. 99)
Komisi Nasional
(Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993.
Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun
tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di
Indonesia. Komnas HAM bertujuan:
1) membantu
pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2) meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan.
Untuk melaksanakan
tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut :
1) Fungsi pengkajian
dan penelitian. 3)
Fungsi pemantauan.
2) Fungsi
penyuluhan.
4) Fungsi mediasi.
b. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM
merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan
di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus
terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras,
kelompok, etnis, dan agama. Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
c. Komisi Nasional
Perlindungan Anak dan Komisi
Perlindungan Anak
Indonesia KPAI dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002.
komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan
nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997.
Tugas KNPA melakukan
perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik
ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA
juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
d. Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998.
Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya
mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a. menyebarluaskan
pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b. mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c. Meningkatkan upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
hak asasi perempuan.
e. Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi
Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi (KKR) untuk :
1)
Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar Pengadilan HAM
ketika penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan pengadilan
HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan;
2)
Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk
menyelesaikan di luar pengadilan HAM.
f. LSM
Pro-demokrasi dan HAM
Yang
termasuk LSM ini antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia),
Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga
Studi dan Advokasi Masyarakat), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Indonesia).
Kategori–kategori pelanggaran hak – hak asasi
manusia yang dianggap kejam, yaitu :
a. Pembunuhan
besar – besaran (genocide).
e. Pemerintahan
totaliter.
b. Rasialisme resmi.
f. Perusakan kualitas lingkungan.
c. Terorisme
resmi berskala besar.
g. Kejahatan – kejahatan perang.
d. Penolakan secara
sadar untuk memenuhi kebutuhan– kebutuhan dasar manusia.
Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 yang
dikategorikan pelanggaran HAM yang berat adalah :
a. pembunuhan masal
(genocide);
b. pembunuhan sewenang
– wenang atau diluar putusan pengadilan;
c. penyiksaan;
d. penghilangan orang
secara paksa;
Beberapa contoh pelanggaran HAM yang menjadi
sorotan nasional bahkan internasional, yaitu:
a. Kasus Marsinah
Kasus ini berawal dari unjuk rasa dan
pemogokan yang dilakukan buruh PT.CPS pada tanggal 3-4 Mei 1993. Aksi ini
berbuntut dengan di PHK-nya 13 buruh. Paket Tour Belitung
b. Kasus
Trisakti dan Semanggi
Kasus Trisakti dan Semanggi, terkait dengan
gerakan reformasi. Kasus Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan 4
(empat) mahasiswa Universitas Trisakti yang terkena peluru tajam. Kasus
Trisakti sudah ada pengadilan militer. Tragedi Semanggi I terjadi 13 November
1998 yang menewaskan setidaknya 5 (lima) mahasiswa, sedangkan tragedi Semanggi
II pada 24 September 1999, menewaskan 5 (lima) orang.
c.
Kasus Bom Bali Belitung Tour
Peristiwa peledakan bom oleh kelompok
teroris di Legian Kuta Bali 12 November 2002, yang memakan korban meninggal
dunia 202 orang dan ratusan yang luka-luka. Tour Belitung
Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM
antara lain:
a. masih belum adanya
kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang
HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa
memiliki paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam
pelaksanaannya (partikularisme);
b. adanya
pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan umum
(dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme);
c. kurang
berfungsinya lembaga – lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan);
dan
d. pemahaman
belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer.
Berbagai kegiatan yang dapat dimasukan
dalam upaya perlindungan HAM antara lain:
1. Kegiatan
belajar bersama, berdiskusi untuk memahami pengertian HAM;
2. Mempelajari
peraturan perundang – undangan mengenai HAM maupun peraturan hukum pada
umumnya, karena peraturan hukum yang umum pada dasarnya juga telah memuat
jaminan perlindungan HAM;
3. Mempelajari tentang
peran lembaga – lembaga perlindungan HAM, seperti Komnas HAM, Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KNPA), LSM, dan seterusnya;
4. Memasyarakatkan
tentang pentingnya memahami dan melaksanakan HAM, agar kehidupan bersama
menjadi tertib, damai dan sejahtera kepada lingkungan masing– masing;
5. Menghormati hak
orang lain, baik dalam keluarga, kelas, sekolah, pergaulan, maupun masyrakat;
6. Bertindak dengan
mematuhi peraturan yang berlaku di keluarga, kelas, sekolah, OSIS, masyarakat,
dan kehidupan bernegara;
7. Berbagai kegiatan
untuk mendorong agar Negara mencegah berbagai tindakan anti pluralisme
(kemajemukan etnis, budaya, daerah, dan agama);
8. Berbagai kegiatan
untuk mendorong aparat penegak hukum bertindak adil;
9. Berbagai kegiatan
yang mendorong agar negara mencegah kegiatan yang dapat menimbulkan
kesengsaraan rakyat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti, sandang, pangan,
papan, kesehatan dan pendidikan.
Upaya penegakan HAM melalui jalur Pengadilan
HAM, mengikuti ketentuan-ketentuan antara lain, sebagai berikut:
1. Kewenangan memeriksan
dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut di atas
oleh Pengadilan HAM tidak berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun
pada saat kejahatan dilakukan.
2. Terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan UURI
No.26 Tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc. Pembentukan
Pengadilan HAM ad hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan telah
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada tempat dan
waktu perbuatan tertentu (locus dan tempos delicti ) yang terjadi sebelum
diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000.
3. Agar pelaksanaan
Pengadilan HAM bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranya dilakukan majelis
hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang. Lima orang tersebut, terdiri atas
2 orang hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc
(diangkat di luar hakim karir).
Beberapa contoh kegiatan yang dapat dimasukan
menghargai upaya penegakan HAM, antara lain :
1. Membantu dengan menjadi
saksi dalam proses penegakan HAM;
2. Mendukung
para korban untuk memperoleh restitusi maupun kompensasi serta rehabilitasi;
3. Tidak
mengganggu jalannya persidangan HAM di Pengadilan HAM;
4. Memberikan
informasi kepada aparat penegak hokum dan lembaga – lembaga HAM bila terjadi
pelanggaran HAM;
5. Mendorong untuk dapat menerima cara rekonsiliasi melalui KKR
kalau lewat jalan Peradilan HAM mengalami jalan buntu, demi menghapus dendam
yang berkepanjangan yang dapat menghambat kehidupan yang damai dan harmonis
dalam bermasyarakat
Komentar
Posting Komentar